Kebijakan privatisasi dari tahun 1991 hingga tahun 1997 dilakukan dengan penjualan saham perdana di pasar modal dalam negeri dan pasar moda luar negeri. Tahun 1991 pemerintah menjual 35% saham PT Semen Gresik kemudian dilanjutkan pada tahun 1994, pemerintah menjual 35% saham PT Indosat. Tahun 1995, pemerintah menjual 35% saham PT Tambang Timah dan 23% saham PT Telkom, tahun 1996 saham BNI didivestasi 25% dan tahun 1997 saham PT Aneka Tambang dijual sebanyak 35% (www.bumn-ri.com).
Kebijakan privatisasi pada masa Orde Baru ini dilakukan untuk menutupi pembayaran hutang luar negeri (HLN) Indonesia yang jumlahnya terus membengkak. Tahun 1985 HLN pemerintah sudah mencapai US$ 25,321 milyar. Pada tahun 1991 jumlah HLN pemerintah membengkak dua kali lipat menjadi US$ 45,725 milyar. Jumlah HLN pemerintah terus bertambah hingga tahun 1995 mencapai US$ 59,588 milyar. Pemasukan dari hasil privatisasi BUMN tahun 1995-1997 yang digunakan pemerintah untuk membayar HLN dapat menurunkan HLN pemerintah menjadi US$ 53,865 milyar pada tahun 1997 (Hidayatullah: 2002).
Sejak ekonomi Indonesia berada dalam pengawasan IMF, Indonesia ditekan untuk melakukan reformasi ekonomi (program penyesuaian struktural) yang didasarkan pada pemikiran ekonomi Kapitalisme-Neoliberal. Reformasi tersebut meliputi:
(1) intervensi pemerintah harus dihilangkan atau diminimumkan,
(2) swastanisasi perekonomian Indonesia seluas-luasnya,
(3) liberalisasi seluruh kegiatan ekonomi dengan menghilangkan segala bentuk proteksi dan subsidi,
(4) memperbesar dan memperlancar arus masuk modal asing dengan fasilitas yang lebih besar (Sritua Arief: 2001).
Di bawah IMF, Indonesia dipaksa mengetatkan anggaran dengan pengurangan dan penghapusan subsidi, menaikkan harga barang-barang pokok dan public utilities, peningkatan penerimaan sektor pajak dan penjualan aset-aset negara dengan memprivatisasi BUMN. Program privatisasi yang sudah dijalankan Orde Baru dilanjutkan lagi dengan memperbanyak jumlah BUMN yang dijual baik di pasar modal maupun kepada investor strategis.
Tahun 1998 pemerintah kembali menjual 14% saham PT Semen Gresik kepada perusahaan asing Cemex. Tahun 1999 pemerintah menjual 9,62%. saham PT Telkom, 51% saham PT Pelindo II kepada investor Hongkong, dan 49% saham PT Pelindo III investor Australia.
Tahun 2001 pemerintah kembali menjual 9,2% saham Kimia Farma, 19,8% saham Indofarma, 30% saham Socufindo, 11,9% saham PT Telkom. Antara tahun 2002-2006 privatisasi dilanjutkan dengan menjual saham 14 BUMN dengan cara IPO dan strategic sales
(www.bumn-ri.com).
0 komentar:
Posting Komentar