Sabtu, 31 Desember 2011

APLIKASI NANOFLUIDA PADA RADIATOR

ABSTRAK 
Penelitian telah dilakukan tentang  perpindahan kalor pada fluida air bersuspensi nano partikel yang bertujuan untuk mengukur koefisien perpindahan kalor yang terjadi   didalamnya.   Adapun   fluida   kerja   alternatif   yang   dipakai   adalah nanopartikel Al2O3  yang terdispersi didalam fluida dasar air oleh adanya gerak Brownian yang lebih dikenal dengan nanofluida. Nanofluida ini merupakan fluida kerja  yang  dikatakan  cukup  handal  dalam  hal  perpindahan  kalor.  Sebelum nanofluida ini diterapkan sebagai fluida kerja komersil dalam aplikasi dibidang industri         dan       otomotif,          perlu    dilakukan                 penelitian             lebih     lanjut           untuk menyempurnakannya. Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan suatu alat uji radiator otomotif yang dipasang pada sebuah terowongan angin. Pada alat uji ini akan dilakukan proses perpindahan kalor konveksi paksa antara fluida kerja nano  dan  udara  sebagai  pendinginnya.  Pada  penelitian  lanjutan  ini  penulis mendapatkan hasil penelitian yang mengindikasikan koefisien perpindahan kalor konveksi nanofluida mengalami peningkatan sebesar 31-48% untuk  konsentrasi
1% dan peningkatan sebesar 52-79% untuk konsentrasi 4% dari fluida dasarnya.

Kata kunci : nano partikel,  gerak Brownian , koefisien perpindahan kalor konveksi


PENDAHULUAN

Pemanasan atau pendinginan fluida adalah suatu kebutuhan utama didalam banyak sektor  industri, termasuk transportasi, kebutuhan di bidang energi dan produksi serta bidang  elektronika. Diketahui bahwa sifat-sifat termal dari fluida kerja  memegang  peran  yang  penting  didalam  perkembangan  efisiensi  energi peralatan perpindahan kalor. Tetapi, fluida perpindahan kalor fluida konvensional seperti air, ethylene glycol dan minyak mesin secara umum, memiliki   sifat-sifat perpindahan kalor yang sangat rendah dibandingkan dengan kebanyakan benda padat.  Walaupun  perkembangan  dan  riset  terdahulu  dilakukan  berfokus  pada persyaratan                      perpindahan     kalor    pada    industri,     peningkatan      utama     dalam kemampuan perpindahan kalor sangat kurang. Sebagai akibatnya, suatu usaha dibutuhkan   untuk  mengembangkan  suatu  strategi  baru  dalam  meningkatkan efektivitas perpindahan kalor dari fluida konvensional tersebut.
Perkembangan dewasa ini dalam teknologi nano telah menciptakan suatu kelas fluida baru dan agak khusus, disebut nanofluida, yang muncul sebagai fluida yang  memiliki  potensi   yang  besar  untuk  aplikasi  pendinginan  [1].  Istilah nanofluida berarti dua campuran fase dimana fase yang kontinu biasanya cairan dan  fase  yang  terdispersi  terdiri  dari  nanopartikel  padat  yang  sangat  halus, berukuran  lebih  kecil  daripada  50  nm.  Beberapa  dispersi   nanopartikel  dari keperluan rekayasa sebenarnya dibuat dan secara komersial tersedia [2].  Telah





dibuktikan  bahwa   sifat-sifat   terma dari   campuran   yang   terbentuk   secara signifikan lebih tinggi daripada fluida dasarnya [1].
Beberapa penelitian telah dilakukan oleh para peneliti seperti studi mengenai implikasi  hidrodinamik dan perpindahan kalor dari slurry yang dilakukan oleh Ahuja [3] dan Liu et.al [4]. Akan tetapi dari penelitian tersebut, slurry memiliki permasalahan yakni terjadinya  penyumbatan, adanya fouling (pengotoran) dan adanya erosi pada komponen alat uji karena  adanya sifat abrasif partikel serta terjadinya  penurunan  tekanan  aliran.  Permasalahan  diatas  dikarenakan  ukuran partikel solid yang tersuspensi terlalu besar sehingga terjadi penggumpalan.
Perkembangan teknologi material telah mampu memproduksi partikel dalam ukuran  nanometer sehingga diharapkan partikel yang dicampurkan dalam fluida cair   akan   tersuspensi   lebih   baik,   seperti   dilakukan   oleh   Choi   [5]   yang mencampurkan partikel CuO dan Al2O3  dalam ukuran nanometer dengan fluida cair  diantaranya  air  dan  ethylene.  Dari  hasil  penelitian  diperoleh  peningkatan perpindahan kalor konduksinya sebesar 20%. Lalu Eastman, et.al [6] menyatakan dari   hasil   penelitiannya   diperoleh   peningkatan   sebesar   40%   pada   termal konduktivitasnya hanya dengan menambahkan 0.3% partikel Cu pada ethylene glycol.
Penelitian terhadap pengukuran termal konduktivitas dari nanofluida juga dilakukan  oleh Lee, et.al [7] dengan menggunakan metode hotwire dihasilkan peningkatan   termal   konduktivitas   nanofluida   sebesar   1%    10%   dengan penambahan 1% - 4% partikel CuO dan Al2O3  dari volume campuran. Das, et.al [8]  menyatakan  melalui  penelitiannya  bahwa                  nanofluida  dengan  campuran partikel  Al2O memiliki  termal  konduktivitas  lebih  tinggi  20%  dibandingkan hanya menggunakan fluida dasar saja. Ini juga diprediksikan oleh Putra [9] dan diperkuat  dengan  penelitian  lanjutannya  [10]  yang  menunjukkan  peningkatan koefisien perpindahan kalor sebesar 6% - 8% pada konsentrasi 1% - 4% dengan range temperatur 40ºC – 60ºC.

Tujuan Penelitian
Mengingat penelitian  ini  mengkaji  potensi  nanofluida  pada  peningkatan perpindahan  kalor, kemudian diharapkan diaplikasikan di bidang industri. Pada proses   konveksi     ini            dilakukan        variasi   konsentrasi                               volume                partikel                        yang dicampurkan  1%  dan  4%  serta  variasi  laju  aliran  pendingin.  Adapun  tujuan penelitian ini  meliputi pengukuran koefisien perpindahan kalor dari nanofluida dan membandingkan  koefisien perpindahan kalor yang diperoleh dengan fluida dasarnya   dalam   hal   ini   air   dan   mendapatkan   korelasi   empiris   koefisien perpindahan kalor fluida air dan nanofluida.

METODE PENELITIAN Perpindahan Kalor pada Nanofluida
Perkembangan  penelitian  tentang  konduktivitas  termal  nanofluida  telah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu dan menunjukkan bahwa nanofluida merupakan  fluida  kerja  yang  cukup  handal  dalam  proses  perpindahan  kalor konduksi.   Choi   (1995),   adalah   orang   pertam yang   menggunaka istilah nanofluida                     yang     menunjukkan     fluida     dengan    nano    partikel     tersuspensi.. (Eastmann  et.al  1997),  menunjukkan  bahwa  peningkatan  konduktivitas  termal






sekitar 60%  dapat  dicapai  untuk  nanofluida  terdiri  dari  air  dan  volume  5% nanopartikel CuO. Yimin Xuan dan Qiang Li (2000), juga melakukan penelitian tentang  peningkatan  perpindahan  kalor  pada  nanofluida.  Mereka  menjelaskan suatu prosedur untuk mempersiapkan nanofluida dengan menggunakan peralatan hot wire untuk mengukur konduktivitas termal  nanofluida dengan nanopartikel bubuk  tembaga   yang  tersuspensi.  Das,  et.al.  (2003),  melakukan  pengukuran diffusivitas termal dan konduktivitas termal pada nanofluida dengan nanopartikel Al2O3  atau  CuO  sebagai  bahan  suspensinya.  Das  et.  al.  (2003),  meneruskan penelitiannya mengenai konduktivitas termal pada nanopartikel Au yang diukur dengan media  air dan toluene. Mansoo Choi et.al.(2003), penelitiannya tentang konduktivitas  termal  pada   multiwalled  carbon  nanotubes  (CNTs).  Dengan memperlakukan   CNTs   dan   menggunakan   asam   nitrit   terkonsentrasi   untuk menguraikan kumpulan CNT dalam memproduksi nanofluida  CNT. P.E. Phelan et.al.(2004),                   menggunakan          teknik   simulasi                       dinamika             Brownian                di                dalam menghitung  konduktivitas  termal  efektif  dari  nanofluida.  Stephen  U.S.  Choi et.al.(2004), menemukan bahwa gerak Brownian dari nanopartikel pada tingkat skala  nano  dan  molekul  adalah  suatu  mekanisme  pengatur  sifat  termal  dari nanofluida.
Suatu permodelan yang komprehensif telah diusulkan untuk menjelaskan peningkatan   yang  besar  dari  konduktivitas  termal  di  dalam  nanofluida  dan ketergantungannya  akan   temperatur,  dimana  teori  model  konvensional  tidak mampu untuk menjelaskannya. Adapun  model yang diusulkan tersebut adalah model               partikel      diam      (stationary     particle     model),     yang     menjelaskan ketergantungan nilai k pada konsentrasi volume dan ukuran partikel. Dan model yang  kedua  adalah  model  partikel  bergerak  (moving  particle  model yang menjelaskan  bahwa  ketergantungan  yang  kuat  akan  temperatur  pada  medium dihubungkan dengan variasi kecepatan nano partikel dengan temperatur.
Pada    penelitian      kali    ini,     penulis     menggunakan      nanofluida     dengan nanopartikel Al2O3  sebagai media pendinginnya. Dan dengan menggunakan alat penukar  kalor  radiator otomotif yang dipasang pada sebuah terowongan angin (wind  tunnel).   Konsentrasi  nanopartikel  yang  dipakai  sebesar  1%  dan  4%. Pengukuran yang dilakukan untuk menentukan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi  nanofluida  pada  radiator  tersebut  dan  dibandingkan  dengan  fluida dasarnya (air).

Persiapan Nanofluida

Proses persiapan nanofluida harus menjamin terdispersinya nano partikel dengan baik dalam cairan dan mekanisme yang baik seperti pengaturan nilai pH atau penambahan  permukaan katalis untuk mempertahankan kestabilan suspensi terhadap sedimentasi. Akibat  dari  pencampuran  nano  partikel  kedalam  fluida dasar,  maka  akan  terbentuk  karakteristik  baru  pada  fluida  yang  dihasilkan. Karakteristik yang terbentuk tergantung pada konsentrasi  volume  dari partikel yang                      tercampur.     Para            peneliti   sebelumnya       melakukan           penelitian       dengan melakukan  variasi  konsentrasi  volume  dari   partikel  dengan  perlakuan  yang berbeda-beda, tergantung proses yang digunakan. Untuk mencari hasil yang lebih baik Das et al [2] melakukan pencampuran menggunakan ultrasonic  vibration yang menghasilkan campuran yang partikel nanonya terdispersi dengan baik.






Dalam persiapan nanofluida perlu diperhatikan densitas dari partikel nano untuk  mendapatkan perbandingan campuran yang tepat. Digunakan persentase volume  untuk  menentukan  konsentrasi  campuran.  Volume  partikel  ditentukan dengan  menggunakan  densitas  sebenarnya  dari  partikel  nano  dan  massanya dengan mengabaikan massa udara  yang  terperangkap didalamnya. Pencampuran partikel  nano  kedalam  fluida  dasar  mengakibatkan  pembentukan  karakteristik baru  terhadap  fluida  yang  dihasilkan  yaitu   nanofluida.  Karakteristik  yang terbentuk tergantung dengan fraksi volume dari partikel yang dicampurkan. Pada penelitian  ini,  penulis  menggunakan  konsentrasi  volume  sebesar  1%  dan  4% nanopartikel Al2O3 dengan ukuran ± 32 nm.
Karena keterbatasan alat modern seperti ultrasonic vibration maka untuk
pencampuran nanofluida penulis menggunakan suatu alat pengaduk sederhana dengan   batang  bersirip  yang  diputar  dengan  bantuan  motor  listrik.  Setelah menentukan  nilai  perbandingan  campuran,  dengan  menggunakan  densitas  dari partikel  nano  dan  air,  lalu   dicampur  dengan  alat  tersebut  hingga  partikel tersuspensi merata. Ini dapat dilihat dengan tidak adanya endapan yang terbentuk setelah  campuran  ini  dibiarkan  selama  1  malam.  Pada  penelitian  ini  proses pencampuran dengan pengaduk sederhana dilakukan selama ± 5 jam.

Alat Uji

Fluida kerja kemudian dialirkan ke tangki preheater sampai keadaan stabil. Pada tangki utama terdapat sebuah heater (12) berdaya 3kW yang terhubungkan dengan sebuah thermo controller B yang dipasang pada panel box 2 (16). Thermo controller B tersebut juga  dihubungkan dengan sebuah termokopel (14) yang diletakkan  pada  tangki  penampungan  tadi.  Fungsi  termokopel  tersebut  adalah untuk memberikan sensor kepada thermo controller. Jika  sensor yang diterima oleh thermo controller sudah sama dengan temperatur yang diinginkan,  maka thermo controller tersebut akan berhenti mengalirkan tegangan listrik ke heater sehingga heater 2 (11) pun akan berhenti memberikan kalor kepada fluida kerja. Begitu pun juga untuk tangki preheater (6) memiliki thermo controller A di panel box 2 (16) yang dihubungkan dengan termokopel 1 (13) yang cara kerjanya sama dengan  tangki  utama.  Keseluruhan  sistem  tersebut  dihubungkan  pada  sebuah switch on/off  yang berada pada panel box 2 (16).
Fluida kerja yang sudah dipanaskan hingga suhu yang diinginkan kemudian dialirkan melalui sebuah pipa menuju upper tank radiator. Untuk selanjutnya pipa tersebut  akan  disebut  sebagai  pipa  inlet.  Pada  pipa  inlet  dipasangkan  sebuah flowmeter turbin (8) yang berfungsi  untuk mengetahui debit aliran fluida kerja pada saat memasuki radiator. Untuk pembacaannya, flowmeter turbin (8) tersebut dihubungkan dengan sebuah batch controller yang terpasang pada  panel box 1 (15).  Fungsi  batch  controller  tersebut  adalah  untuk  mengubah  sensor  yang diterima oleh flowmeter (8) sehingga dapat ditampilkan secara digital.
Pada  pipa  inlet  juga  dipasang  sebuah  valve  (b)  yang  berfungsi  untuk menghentikan aliran fluida kerja jika terjadi kebocoran pada alat uji radiator ini. Ketika valve (b) tersebut ditutup, fluida cair dari tangki utama (7) tidak ada yang dapat  memasuki  sistem  sehingga  dapat  dilakukan  perbaikan  pada  kebocoran- kebocoran yang terjadi.






Gambar 1.   Alat uji perpindahan kalor konveksi pada radiator.

Tepat pada bagian inlet radiator dipasangkan sebuah termokopel (20), begitu juga  pada  bagian  outlet  radiator  (21).  Kedua  termokopel  (20  &  21)  tersebut dihubungkan pada data akusisi (17) dan juga display temperatur pada panel box 2 (16). Selama melalui radiator (10), fluida kerja mengalami penurunan temperatur akibat adanya udara yang dialirkan melintang melalui sirip-sirip radiator tersebut. Fluida kerja yang keluar dari radiator akan dibawa kembali ke tangki preheater melalui pipa (warna biru). Untuk selanjutnya pipa (warna biru) disebut  dengan pipa outlet. Pada pipa outlet terdapat sebuah pompa (1) yang berfungsi untuk memompa  fluida  kerja  dari  radiator  (10)  menuju  ke  tangki  preheater  (6). Kemudian   fluida   kerja  mengalir  menuju  tangki  utama  (7)  dengan  hanya menggunakan  gaya   gravitasi.  Diantara  tangki  preheater  dan  tangki  utama dipasangkan sebuah valve (c) yang berfungsi sebagai pengatur debit fluida yang masuk ke tangki utama (7). Pada pipa antara  tangki utama (7) dan upper tank radiator dipasangkan sebuah  valve (b) yang berfungsi sebagai  pengatur debit fluida kerja pada sistem. Semakin kecil bukaan valve (b) maka semakin kecil pula debit fluida kerja pada sistem ini.
Untuk mengalirkan udara melalui terowongan udara (2) digunakanlah motor (4) dengan  kecepatan putaran maksimum sebesar 3000 rpm. Motor (4) tersebut berfungsi untuk memutar adjustable axial fan (3). Kecepatan putaran motor diatur menggunakan sebuah dial variabel yang terdapat pada panel box 1 (15). Ketika fan  (3)  berputar,  maka  udara  akan  memasuki  terowongan  udara  melalui  sisi sebelah kanan. Pada bagian inlet wind tunnel dipasangkan  bagian kontraksi dan honey comb (9) yang berfungsi untuk mengurangi turbulensi dan membuat aliran udara yang masuk ke terowongan udara lebih seragam (uniform). Pada saat akan memasuki  radiator (10), kecepatan aliran udara diukur menggunakan hot wire anemometer.






Pada bagian depan dan belakang radiator juga dipasangi masing-masing satu buah termokopel (18 & 19). Termokopel ini kemudian dihubungkan dengan data akusisi  (18)  dan   juga  display  temperature  pada  panel  box  2  (16).  Fungsi termokopel ini adalah untuk mengetahui kalor yang akan diambil oleh udara dari fluida kerja yang berada di dalam radiator.

Prosedur Pengujian

Untuk alat uji ini dilakukan pengujian dengan variasi data seperti pada Tabel
1. Pengambilan data dilakukan secara kontinyu pada temperatur inlet radiator sebesar 50°C-70°C untuk setiap variasi debit air.
Dalam penelitian ini digunakan tiga jenis fluida yang terdiri dari fluida air, nanofluida 1%, dan nanofluida 4%. Fluida pertama yang diuji adalah air disusul nanofluida 1% dan terakhir nanofluida 4%. Setelah penelitian dilakukan terhadap air,  maka  untuk  penelitian   terhadap  nanofluida  terlebih  dahulu  dilakukan persiapan pencampuran partikel ini ke fluida  dasar (air). Yaitu terlebih dahulu volume  nanopartikel  yang  diperlukan  ditentukan  dengan   menghitung  berat equivalent dari partikel dengan menggunakan densitas sebenarnya, di mana Al2O3
= 66.7 gram/liter (dengan mengabaikan massa udara yang terjebak di dalamnya).
Kemudian  melakukan  pencampuran  nanopartikel  ke  dalam  fluida  dasar  yang dalam penelitian ini, penulis masih menggunakan cara manual.

Tabel 1.  Variasi Temperatur dan Debit Fluida



Kecepatan Putaran Motor
(rpm)


Debit Fluida Panas
(liter/mnt)


Temp. Inlet Radiator
(oC)




800




900




1000




1100


15.5                                          70,60,50
18.3                                          70,60,50
22.3                                          70,60,50
25.1                                          70,60,50
15.5                                          70,60,50
18.3                                          70,60,50
22.3                                          70,60,50
25.1                                          70,60,50
15.5                                          70,60,50
18.3                                          70,60,50
22.3                                          70,60,50
25.1                                          70,60,50
15.5                                          70,60,50
18.3                                          70,60,50
22.3                                          70,60,50
25.1                                          70,60,50



Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa tujuan penelitian adalah untuk mengetahui  koefisien perpindahan kalor konveksi dari nanofluida pada aplikasi radiator.  Di  dalam  pengolahan  data,  perhitungan  koefisien  perpindahan  kalor tersebut  akan  direpresentasikan  oleh  koefisien  perpindahan  kalor  menyeluruh. Fluida dihitung berdasarkan temperatur rata-rata  fluida dari alat penukar kalor. Pertukaran kalor yang melalui dinding akan diabaikan. Kalor yang hilang antara






fluida panas (dalam hal ini air) dan fluida dingin (udara) dihitung dengan cara sebagai berikut :


q = mh c p h (Th ,i   Th, o )
q = mc c p c (Tc ,o   Tc,i )


(1)

(2)


Nilai  koefisien  perpindahan  kalor  keseluruhan  dapat  dihitung  dengan menggunaka persamaan  dibawah  berikut.  Dimana  nilai  kalor  yang  akan digunakan sebagai acuan dalam perhitungan adalah qc  karena menunjukkan kalor yang benar-benar diserap oleh sistem:


q = UAΔTm


(3)


Sementara


ΔTm


pada persamaan 3 adalah Logarithmic Mean Temperature


Difference (LMTD), yaitu sesuatu pendekatan yang digunakan untuk menghitung perbedaan  temperature  yang  terjadi  pada  sebuah  alat  penukar  kalor[11]. Nilai LMTD dapat ditentukan  dari temperatur inlet dan outlet kedua fluida sebagai berikut :
(Th,i   Tc ,o )  (Th,o   Tc ,i )


ΔT = ln T    T


/ T     T


(4)


[( h ,i
1        R


c,o ) (
D H  , h


h ,o


c ,i )]
1


UA       w


=
h
 
( C . Re 0 .8  Pr 0 .4  k . A )


+
(η o


.h . A ) c



Perlu diketahui bahwa karena aliran perpindahan kalor yang terjadi didalam radiator  merupakan  aliran  yang  saling  menyilang  antara  fluida  satu  dengan lainnya, nilai logarithmic mean temperature difference pada persamaan 4  harus dikalikan terlebih dahulu dengan faktor koreksi.


ΔTlm   = F.ΔTlm,CF


(5)


faktor koreksi F tersebut didapatkan dengan memplot nilai P dan R pada grafik faktor koreksi ([11] , hal. 654) untuk single pass, alat penukar kalor aliran menyilang dengan fluida cair tidak tercampur dan fluida gas (udara) tercampur.



dimana


T     T
P  c ,o            c,i
Th,i   Tc,i


(6)



dan


T     T
R  h,i             h ,o
Tc, o   Tc,i


(7)


Dengan nilai qc yang didapatkan dari persamaan 2 dan ∆Tm  dari persamaan
4, maka dengan korelasi pada persamaan 3 akan didapatkan nilai UA. Nilai UA
tersebut kemudian akan dipergunakan dalam persamaan umum 8 hambatan termal pada alat  penukar kalor radiator. Kemudian untuk mendapatkan nilai h dapat digunakan metoda Wilson  Plot [12]. Nandy et.al 2005 menjelaskan secara rinci mengenai penggunaan metode ini.


1           1
=
UA     (h.A)h


+ Rw  +


1
(ηo .h.A)c



(8)






HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengukuran koefisien konveksi paksa dari nanofluida 1% dan 4% pada temperatur  50oC, 60 oC, dan 70 oC ditunjukkan pada Gambar 2 - Gambar 4. Grafik-grafik   tersebut   menunjukkan   hubungan   koefisien   perpindahan   kalor konveksi sebagai fungsi bilangan Reynolds.
Selain itu untuk mengetahui pengaruh dari konsentrasi nano partikel (Al2O3)
hasil pengukuran koefisien konveksi air, nanofluida 1 %(volume) dan nanofluida
4% (volume) ditampilkan pada grafik yang sama untuk setiap temperatur fluida panas yang meningkat.


Air

Nano 1%



Nano 4%


Reh    vs Nuh    (50ºC,800  rpm)



20
19
18
17
Text Box: Nuh16
15
14
13
12
11
10
600             900             1200           1500

Reh

Gambar 2.   Grafik Nu Vs Re temperatur 50oC.


Air

Nano 1%



Nano 4%


Re vs Nu (60ºC,800 rpm)



20
19
18
17
Text Box: Nuh16
15
14
13
12
11
10
600            900           1200         1500

Reh

Gambar 3.   Grafik Nu Vs Re temperatur 60oC.






Air

Nano 1%



Nano 4%


Re vs Nuh    (70ºC,800 rpm)



20
19
18
17
Text Box: Nuh16
15
14
13
12
11
10
600            900           1200         1500

Reh

Gambar 4.   Grafik Nu Vs Re temperatur 70oC.

Dan jika dianalisa dengan menggunakan teknik permodelan yang ada[13], dalam hal  ini  penulis menggunakan model partikel bergerak (moving particle model). Menurut teori  kinetik partikel[14]  dijelaskan bahwa konduktivitas termal partikel berbanding lurus dengan  kecepatan rata-ratanya, dan kita ketahui gerak Brownian dari nano partikel akan semakin cepat dengan kenaikan temperatur, hal ini   dapat   diterangkan   dengan   menggunakan                      rumu Stokes-Einstein.    Dari persamaan tersebut dijelaskan bahwa kecepatan partikel  tergantung pada faktor T/μ, dan μ adalah viskositas dinamik dari medium fluida dan T adalah temperatur. Dan gerak Brownian dari nano partikel juga tergantung pada faktor T/μ. Karena viskositas     nanofluida                    menurun         dengan        peningkatan    temperatur, maka menyebabkan kecepatan nanofluida akan meningkat, sehingga nilai konduktivitas termal  nanofluida akan meningkat. Dengan meningkatnya kecepatan akan juga meningkatkan bilangan Reynoldsnya, sehingga nilai koefisien perpindahan kalor konveksinya akan semakin besar.
Dan dengan menggunakan metode partikel diam (stationary particle model),
juga  dapat  dianalisa  pengaruh  konsentrasi  volume  terhadap  kenaikan  nilai koefisien  perpindahan konveksi. Pada model ini dijelaskan bahwa peningkatan laju   perpindahan            kalor    adalah  berbanding       lurus          dengan             perbandingan konduktivitas dan fraksi volume ε dari nano partikel (untuk ε <<1) dan berbanding terbalik dengan radius nano partikel. Jadi dari persamaan itu jika nilai konsentrasi volume naik maka q juga akan naik, hal ini sesuai dengan hasil yang didapat dari percobaan  yang  telah  peneliti  lakukan  yaitu  konsentrasi  nano  partikel  sangat mempengaruhi kenaikan nilai koefisien konveksi. Hasilnya menunjukkan bahwa secara umum koefisien konveksi akan meningkat dengan adanya peningkatan nilai bilangan Reynolds, namun untuk konsentrasi volume partikel nano (Al2O3)  yang berbeda akan menunjukkan kecenderungan yang berbeda pula. Dari grafik dapat dilihat  bahwa  semakin  besar  konsentrasi  nano  partikel  maka  nilai  koefisien perpindahan kalor konveksinya akan  semakin besar pula, hal ini berlaku untuk setiap temperatur. Kenaikan koefisien konveksi paksa nano terhadap air berkisar
31-38% pada temperatur 50oC,  36-43% pada temperatur 60oC dan 40-48% untuk temperatur 70oC pada konsentrasi nano partikel 1% dan mengalami kenaikan 52-
65% pada temperatur 50oC, 59-73% pada temperatur 60oC dan 65-79% pada temperatur 70oC untuk nanofluida dengan konsentrasi nano partikel 4%.  Hasil ini menunjukkan bahwa  konsentrasi volume dari nano partikel memegang peranan






penting dalam  peningkatan  koefisien  konveksi  yang  terjadi  dan  pengaruhnya memiliki kecenderungan berbanding lurus yaitu dengan penambahan konsentrasi partikel nano maka akan meningkatkan koefisien perpindahan kalor konveksinya.
Pada Gambar  5  dapat  dilihat  secara  keseluruhan  nilai  korelasi  bilangan Nusselt dan Reynolds pada setiap variasi debit fluida panas dan fluida pendingin dan dapat dibuat persamaan sebagai berikut :

Untuk fluida pendingin air :
Nu = 0.028709 Re0.8 Pr0.4    (800rpm), Nu = 0.034451 Re0.8 Pr0.4    (900rpm) Nu = 0.03520Re0.8 Pr0.4   (1000rpm), Nu = 0.036787 Re0.8 Pr0.4    (1100rpm)


Air

Nano 1%


Nano 4%


Reh     vs Nuh



26
24
22
20
18                                                 
Text Box: Nuh16
14
12
10
8
600            900            1200           1500         1800




Gambar 5.  Grafik Nu Vs Re.


Reh



Untuk fluida pendingin nanofluida dengan konsentrasi nano partikel 1%: Nu = 0.033585 Re0.8 Pr0.4   (800 rpm), Nu = 0.03921 Re0.8 Pr0.4                                                                         (900 rpm) Nu = 0.04191 Re0.8 Pr0.4                                                         (1000 rpm), Nu = 0.043997 Re0.8 Pr0.4  (1100 rpm)

Untuk fluida pendingin nanofluida dengan konsentrasi nano partikel 4%: Nu = 0.035249 Re0.8 Pr0.4   (800 rpm), Nu = 0.04175 Re0.8 Pr0.4                                                                         (900 rpm) Nu = 0.046225 Re0.8 Pr0.4   (1000 rpm), Nu = 0.048219 Re0.8 Pr0.4  (1100 rpm)

Peningkatan  koefisien  perpindahan  kalor  konveksi  ini  akibat  terjadinya penurunan  perbedaan  selisih  temperatur  rata-rata  logaritmik  (LMTD)  dengan adanya nano partikel dalam air atau dapat dikatakan juga terjadi peningkatan rasio perpindahan kalor yaitu terlihat bahwa kalor yang diterima oleh air di tube lebih besar.
Rasio koefisien perpindahan kalor konveksi nanofluida terhadap air menurut prediksi yang dilakukan Nandy, 2003 akan meningkat seiring dengan peningkatan temperatur, dalam penelitian  ini ternyata didapatkan kecenderungan yang sama, hal ini digambarkan pada Gambar 6 diatas.  Dari grafik tersebut terlihat bahwa untuk kenaikan temperatur  rasio koefisien perpindahan kalor konveksi nanofluida dan air untuk nanofluida 1 % dan nanofluida 4% menunjukkan peningkatan yang cukup besar.







2
Text Box: hnano/hairNano 1% Nano 4%







1
40                   50                   60                  70
T(ºC)


Gambar 6.     Rasio  perpindahan  kalor  konveksi  antara  nanofluids  dan  air  Vs
Temperatur.

Sementara  jika  melihat  pengaruhnya  dari  peningkatan  debit  udara  (Qc), bilangan Nusselt fluida panas (Nuh) juga mengalami peningkatan yang sistematis. Hal  ini  dikarenakan  dengan  semakin  meningkatnya  debit  fluida  dingin  yang melalui  sirip-sirip  radiator,  maka  pertukaran  panas  yang  terjadi  dari  dinding- dinding tube dan sirip-sirip tersebut ke udara yang melaluinya akan semakin besar pula.  Dinding  tube  pun  akan  lebih  cepat  dingin  karena  udara  sebagai  fluida pendingin lebih cepat berganti, sehingga kalor yang dimiliki oleh fluida panas yang mengalir di dalam tube akan akan lebih cepat dilepaskan ke dinding-dinding tube yang dilaluinya (laju perpindahan kalor akan meningkat).
Dengan semakin besarnya nilai perpindahan kalor yang terjadi pada fluida panas akibat kenaikan temperatur, maka nilai perpindahan kalor yang dialami oleh fluida dingin pun akan ikut  meningkat. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7, dimana ketika temperatur inlet fluida panas  semakin besar nilainya maka nilai koefisien  perpindahan  kalor  juga  semakin  meningkat.  Namun  kenaikan  nilai perpindahan kalor ini tidak sebesar kenaikan akibat perubahan bilangan Reynolds fluida dingin.


800rpm (nano 4%)           900rpm (nano 4%)            1000rpm (nano 4%)
1100rpm (nano 4%)          800rpm air                      900rpm air
1000rpm air                   1100rpm air                    800rpm (nano 1%)
900rpm (nano 1%)           1000rpm (nano 1%)          1100rpm (nano 1%)




4000


Nu vs Rec



3500

3000

Text Box: Nuc2500

2000

1500

1000
3000 3500 40000   4500 5000 55000   60000

Rec

Gambar 7.     Hubungan  Nu  udara  terhadap  variasi  temperatur  dan  debit  aliran fluida dingin Grafik Nu Vs Re






KESIMPULAN

Dari hasil  pengolahan  data  dan  analisa  maka  dari  penelitian  ini  dapat disimpulkan :
1.      Faktor  konsentrasi  partikel  nano  pada  nanofluida  sangat  mempengaruhi besarnya peningkatan rasio koefisien perpindahan kalor konveksi nanofluida terhadap  fluida  dasarnya  (air).  Semakin  besar  konsentrasi  volume  dari partikel  nano  maka  akan   mengakibatkan  rasio  peningkatan  koefisien perpindahan kalor konveksi paksa yang semakin besar.
2.      Faktor     temperatur      nanofluida       sebagai     fluida      kerja,     menunjukan kecenderungan  peningkatan  rasio  koefisien  perpindahan  kalor  konveksi nanofluida  terhadap  fluida dasarnya  (air)  seiring  dengan  peningkatan temperatur.
3.      Pad percobaa yan dilakuka dengan   nanofluida   1%   menunjukan peningkatan   koefisien  konveksi  sebesar  31-48%,                                                sedangkan  dengan menggunakan nanofluida 4% menunjukan peningkatan koefisien konveksi sebesar 52-79%.
4.      Kecenderungan  peningkatan  koefisien  perpindahan  kalor  konveksi  paksa pada  nanofluida  ini  memberikan  peluang  nanofluida  sebagai  fluida  baru yang  dapa digunakan  pada  aplikasi  industri  khususnya  dalam  bidang pertukaran kalor.

DAFTAR PUSTAKA

1       Lee S, Choi SU.-S. 1996. Application of Metallic Nanoparticle Suspensions in advanced Cooling Systems, ASME Publications PVP-Vol. 342/MD-Vol.
72, pp. 227-234.
2       Nanophase             Technologies,              Romeoville,              IL,             USA, http://www.nanophase.com.
3       Ahuja  AS.  1975.  Augmentation  of  Heat  Transport  in  Laminar  flow  of Polystyrene  Suspension. Experiments and results, J. Appl. Phys., Vol. 46, No. 8, pp.3408-3416.
4       Liu KV, Choi US, Kasza KE. 1988. Measurements of pressure drop and heat transfer in turbulen pipe flows of particulate slurries. Argonne National Laboratory Report, ANL-88-15.
5       Choi    US.    1995.    Enhancing    Thermal    Conductivity    of   Fluids    with Nanoparticles,  Development  and  Applications  of  Non-Newtonian  Flows, D.A. Siginer and H.P. Wang, eds., FED-vol. 231/MD-Vol. 66, ASME, New York, pp. 99-105.
6       Eastman JA, Choi US, Li S, Thompson LJ, Lee S. 1997. Enhanced thermal conductivity  through  the  development  of  nanofluids.  In:  Komarneni,  S., Parker,  J.C.,   Wollenberger,   H.J.  (Eds.),  Nanophase  and  anocomposite Materials II. MRS, Pittsburg, PA, pp. 3-11.
7       Lee S, Choi US, Li S, Eastman JA. 1999. Measuring thermal conductivity of fluids containing oxide nanoparticles, ASME Journal of Heat Transfer, vol
121, pp. 280-289.
8       Das SK, Putra N, Thiesen P, Roetzel W. 2003. Temperature dependence of thermal  conductivity  enhancement  for  nanofluids, J. Heat Transfer, 125,
567-574.






9       Putra, Nandy, Menentukan koefisien perpindahan kalor konveksi dengan korelas Dittus   Boelter Seminar   Nasional   Perkembangan   Riset   dan Teknologi di Bidang  Industri Universitas Gajah Mada Yogyakarta 13 Mei
2003.
10     Putra, Nandy, Riki Ferki, Enhancement of force convective heat transfer in water-based  nanofluids containing Al2O3 nano particle, 3rd International Conference  on  Heat   Transfer,  Fluid  Mechanics  and  Thermodynamics (HEFAT 2004), Cape Town, South Africa 21-24 June 2004.
11     Incropera, Frank P, David P. Dewitt. 2002, Fundamentals Of Heat and Mass
Transfer, New York : John Wiley & Sons, Inc
12     Rose JW, Heat Transfer coefficients, Wilson plots and accuracy of thermal measurement, 2003
13     Tien  CL,  Lienhard  JH.  Statistical  Thermodynamics  (McGraw-Hill  Book
Company, New York, 1979), revised printing, p. 311.
14     Noviar, S.Fred, Mengukur koefisien Perpindahan Kalor Kondensasi Film pada  Kondenser  Silinder  Vertikal  dengan  Fluida  Pendingin  Nanofluida Al2O3 Air, Jurnal Teknologi, Fakultas Teknik UI, 2004.

Next Prev home

1 komentar:

  1. This is a topic which is close to my heart... Many thanks!
    Where are your contact details though?
    Here is my page post-175502

    BalasHapus

tutorial blogpengobatan tradisional